Wednesday, February 6, 2019


RANGKUMAN MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN
JURUSAN DIKSASTRASIADA

EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

           
Evaluasi bukanlah merupakan sebuah unsur tunggal dalam pembelajaran. Ada empat unsur utama yang harus ada pada sebuah proses pembelajaran, yakni tujuan, bahan, metode dan media, serta evaluasi.
            Tujuan berfungsi sebagai arah dari proses pembelajaran. Tujuan pada hakikatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa/mahasiswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya.
            Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam proses pembelajaran agar sampai kepada tujuan yang telah ditetapkan.
            Metode dan media adalah cara, strategi, atau teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
            Evaluasi adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui besaran tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai.
Evaluasi berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa/mahasiswa.             Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa/mahasiswa adalam mencapai tujuan pembelajaran,
            Hasil belajar adalah sejumlah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki siswa/mahasiswa setelah mereka menerima pengalaman belajarnya.
Evaluasi tidak boleh dipandang sebagai kumpulan teknik-teknik saja tetapi lebih merupakan sebuah proses yang berdasar pada prinsip-prinsip. Depdiknas telah mengkategorikan prinsip-prinsip evaluasi yang harus diperhatikan, yakni
(1) menetukan dan menjelaskan apa yang harus dinilai selalu mendapat prioritas dalam proses evaluasi,
(2) efektivitas evaluasi bergantung pada telitinya deskripsi tentang apa yang akan dievaluasi, dan
(3) teknik evaluasi harus dipilih sesuai dengan tujuan yang akan dicapainya dan harus dipertimbangkan apakah teknik evalusi merupakan strategi yang paling efektif untuk menetukan apa yang ingin diketahui oleh siswa/mahasiswa.

Pemakaian suatu teknik evaluasi perlu diperhatikan akan kelemahannya. Semua alat evaluasi selalu mengandung kelemahan tertentu.
Kelemahannya, pertama, kesalahan sampling, yakni teknik evaluasi hanya dapat mengukur sampling kecil pada satu waktu.
Kedua, kelemahan pada alat evaluasi itu sendiri atau proses pemakaian alat itu.
Ketiga, penafsiran yang salah tentang hasil evaluasi.
            Ada anggapan bahwa alat-alat evaluasi mengandung presisi padahal yang sebenarnya tidak dimiliki. Sebaik-sebaiknya alat evaluasi hanya memberikan hasil yang bersifat mendekati saja sehingga harus ditafsirkan secara wajar.   
Kesadaran atas keterbatasan alat evaluasi memungkinkan kita dapat memakainya lebih efektif dan kesalahan-kesalahan dalam teknik evaluasi dapat dihilangkan dengan cara hati-hati dalam memilih dan memakainya.
Evaluasi hanyalah alat dalam mencapai tujuan bukan merupakan tujuan akhir.
            Dalam dunia pendidikan pada umumnya dan bidang pembelajaran bahasa Indonesia khususnya, penilaian adalah suatu program untuk memberikan pendapat dan penentuan arti atau faedah suatu pengalaman.
            Yang dimaksud dengan pengalaman adalah pengalaman yang diperoleh berkat proses pembelajaran.
            Pengalaman tersebut tampak pada perubahan tingkah laku atau pola kepribadian siswa/mahasiswa.
Pengalaman yang diperoleh siswa/mahasiswa adalah pengalaman sebagai hasil belajar siswa/mahasiswa di sekolah atau di perguruan tinggi.        Penilaian adalah suatu upaya untuk memeriksa seberapa besar siswa/ mahasiswa telah mengalami kemajuan belajar atau telah mencapai tujuan belajar dan pembelajaran.
Lebih lanjut, Depdiknas menjelaskan evaluasi dapat diidentifikasi sebagai proses yang sistematis dalam menentukan besaran tujuan instruksional dicapai oleh siswa/
mahasiswa.
            Hal itu ditegaskan lagi dengan pengertian bahwa evaluasi adalah upaya pengumpulan informasi yang lengkap tentang penyelenggaraan pembelajaran sebagai dasar untuk pembuatan berbagai keputusan.

BAB.1
HAKIKAT EVALUASI DAN KEDUDUKANNYA

DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
           
Depdiknas menjelaskan evaluasi dapat diidentifikasikan sebagai proses yang sistematis dalam menentukan sejauh mana tujuan instruksional dicapai oleh siswa-siswa.
            Menurut Djiwandono (2005), secara umum bahwa evaluasi dalam penyelenggaraan pembelajaran adalah  suatu upaya pengumpulan informasi tentang penyelenggaraan pembelajaran sebagai dasar untuk pembuatan berbagai keputusan.
            Sedangkan menurut (Schwartz dalam Hamalik 2007:157) , Evaluasi/ penilaian adalah suatu upaya untuk memeriksa sejauh mana siswa telah mengalami kemajuan belajar atau telah mencapai tujuan belajar dan pembelajaran.
                        Sehubungan dengan itu Djiwandono (2005) menjelaskan pada hakikatnya kedudukan evaluasi dalam desain pembelajaran adalah ”sebagai bagian akhir dari rangkaian tiga komponen pokok penyelenggaraan pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi hasil kegiatan pembelajaran.”
            Dalam pelaksanannya, evaluasi harus berdasarkan prinsip-prinsip umum yang menekankan pentingnya hal-hal berikut:
1) identifikasi tujuan evaluasi,
2) memilih teknik evaluasi dalam hubungan dengan
     tujuan tersebut,
3) memakai berbagai teknik evaluasi,
4) sadar akan keterbatasan teknik evaluasi yang
     dipakai,
5) menganggap evaluasi sebagai sebuah proses
     pemerolehan informasi untuk dipakai sebagai
     dasar bagi keputusan pendidikan.
            Melalui evaluasi diharapakan diperoleh informasi berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki siswa dalam bidang tertentu.
            Dalam hal ini adalah bidang kebahasaan. Informasi yang dapat diperoleh berupa bahan ajar, metode dan teknik pembelajaran, penyusunan dan penyelenggaraan tes, serta latihan-latihan yang dilakukan.
            Informasi itu dikaji sebagi dasar untuk menentukan sasaran yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan yang berkualitas.
            Berdasarkan pendapat dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan serangkaian upaya untuk mendapatkan informasi dari siswa yang disusun secara sistematis dan berdasarkan tujuan instruksional yang selanjutnya dipergunakan untuk pengambilan keputusan.


BAB II
TUJUAN, FUNGSI, DAN PRINSIP-PRINSIP EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
2.1 Evaluasi Hasil Belajar
            Evaluasi dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi atau data yang diperlukan sebagai dasar untuk membuat alternatif keputusan.
            Dengan demikian, setiap kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data (Purwanto, 1992).
             Informasi atau data yang dikumpulkan haruslah mendukung tujuan evaluasi yang direncanakan.
Hubungan Evaluasi dengan Kegiatan Pembelajaran Gronlund (1976) merumuskan pengertian evaluasi sebagai suatu proses sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan tentang ketercapaian tujuan pengajaran.
            Wrighstone (dalam Purwanto, 1992) mengemukakan bahwa evaluasi ialah penafsiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa ke arah tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
Hubungan antara Evaluasi dengan Pengajaran
            Parnel (Purwanto, 1984) bahwa pengukuran merupakan langkah awal pengajaran.
            Tanpa pengukuran tidak akan terjadi penilaian. Tanpa penilaian tidak akan terjadi umpanbalik. Tanpa umpanbalik tidak akan diperoleh pengetahuan yang baik tentang hasil. Tanpa pengetahuan tentang hasil tidak dapat terjadi perbaikan yang sistematis dalam belajar. 
Melalui evaluasi, seorang pengajar dapat :
1) mengetahui apakah pembelajar mampu
     menguasai materi yang telah diajarkan,
2) apakah mereka bersikap sebagaimana yang
    diharapkan,
3) apakah mereka telah memiliki keterampilan
     berbahasa,
4) mengetahui keberhasilan proses belajar
    mengajar yang telah dilaksanakan, dan
5) menentukan kebijakan selanjutnya.
            Tujuan pengajaran BI meliputi ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
            Oleh sebab itu, model evaluasi yang diterapkan juga mengacu pada ketiga ranah tersebut.
            Bila ketiga ranah tersebut tidak ada, maka hasil pembelajaran tidak dapat diketahui dengan pasti.
            Padahal, kepastian hasil evaluasi inilah yang dijadikan titik tolak untuk menentukan kebijakan selanjutnya.

            Bentuk alat ukur evaluasi dapat berupa tes dan nontes.
            Bentuk alat ukur yang berupa Tes dapat digunakan untuk menguji kompetensi:
(1) struktur dan ekspresi tulis,
(2) kosakata dan membaca,
(3) menyimak.
            Ujian menyimak biasanya merupakan ujian yang berat bagi pembelajar. Mereka sering cemas dan tegang sebelum atau pada waktu ujian dilaksanakan. Untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan itu dapat dimasukan selingan musik instrumentalia di sela-sela naskah ujian.
                        Bentuk alat ukur yang Nontes dapat digunakan untuk menguji kompetensi:
(1) berbicara
(2) menulis dengan bentuk penugasan.           Melalui pengamatan, pengukuran kompetensi berbicara dan menulis dilakukan.
            Untuk melakukan penskoran digunakan lembar pengamatan yang dilengkapi skala berjenjang.


2.2 Tujuan Evaluasi Bahasa
            Tes adalah alat, prosedur evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan testee dengan menggunakan pertanyaan atau tugas yang harus dijawab atau dikerjakan.
            Tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, misalnya: tes seleksi, tes masuk, tes penempatan, tes diagnostik, tes keberhasilan, tes perkembangan, tes hasil prestasi belajar, dan tes penguasaan.
            Tes bahasa sangat penting dalam pembelajaran bahasa karena tes dapat memonitor keberhasilan pembelajar an dalam mencapai tujuannya.
            Bagi pembelajar, tes dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar hasil yang telah dicapai, yaitu kemampuan yang telah diperoleh, sedangkan bagi pengajar  tes dapat digunakan untuk mengetahui keefektivan pendekatan, metode, teknik, serta fasilitas yang digunakan dalam proses pembelajaaran.
            Bagi pembelajar, tes dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar hasil yang telah dicapai, yaitu kemampuan yang telah diperoleh,
            Sedangkan bagi pengajar  tes dapat digunakan untuk mengetahui keefektivan pendekatan, metode, teknik, serta fasilitas yang digunakan dalam proses pembelajaaran.
            Pengajar/penyusun silabus dapat mengubah/memperbaiki silabus, metode, dan media
   

Tes merupakan pengumpul informasi (Zuhud,1995:10).
            Menurut Harris (1967:2-4) tes bahasa mempunyai enam tujuan yang berhubungan, yaitu:
(1) untuk menentukan kesiapan pembelajar menerima
      suatu program pelajaran,
(2) untuk mengelompokkan atau menempatkan
      pembelajar pada kelas yang tepat,
(3) untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan khusus
      individu yang dites,
(4) untuk mengukur bakat belajar,
(5) untuk mengukur luas pencapaian tujuan belajar pada
      pembelajar,
(6) untuk menilai keefektivan pelajaran.
            Secara ringkas, enam butir itu digolongkan menjadi 1. tes kemampuan umum atau general profiency (1-3),
2. tes bakat atau aptitude, (4)
3. tes prestasi atau achievement (5 dan 6).
            Tes kemampuan umum digunakan untuk mengetahui kemampuan seseorang pada waktu dites (sebagai hasil keseluruhan belajarnya), yang dapat juga digunakan sebagai dasar untuk meramalkan kecakapan yang mungkin dicapai selanjutnya.
            Tes bakat menunjukkan kemudahan individu untuk memperoleh kerterampilan khusus dan kemudahan mempelajari sesuatu.
            Tes prestasi menunjuk-kan luasnya keterampilan dan pengetahuan individu yang diperoleh dalam belajar secara formal.
            Tujuan tes bahasa asing, seperti TOEFL (Tes of English as Foreign Language) dapat dimasukkan ke dalam golongan tes kemampuan umum sebab biasanya TOEFL dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan seseorang dalam berbahasa Inggris secara umum, bukan kemampuan hasil program pendidikan tertentu.
            Sebagaimana dikatakan oleh Hughes (1989:9), tes kemampuan dirancang untuk mengukur kecakapan seseorang dalam suatu bahasa tanpa memandang latihan apapun yang telah dilakukannya dalam bahasa itu.
            Tes bahasa Indonesia untuk pelajar asing di sini, juga dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan orang asing dalam berbahasa Indonesia secara umum . Tes ini dapat disebut TBIPA (Tes Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing).

           
2.3 Prinsip Penilaian
Implementasi penilaian dalam kurikulum dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip berikut.
a. Sistem penilaian berkelanjutan
(1) Menilai semua kompetensi dasar bukan
      “sampling”
(2) Memberikan tindak lanjut (remedial dan
      pengayaan) berdasarkan analisis hasil penilaian
b. Mencakup berbagai ranah dengan berbagai alat
(1) Menilai aspek kognitif, afektif, Psikomotor.
       (menyeimbangkan proses dan produk)
(2) Menggunakan tes, pengamatan, unjuk kerja,
      portofolio.

c. Mendeskripsikan penilaian secara kualitatif, kuantitatif,
    dan deskriptif
(1) Perlu laporan secara rinci tentang profil KD yang dicapai
(2) Tidak hanya angka tetapi deskripsi kompetensi

d. Mencakup berbagai fungsi
(1) Tidak sekedar untuk memberikan nilai kepada siswa
(2) Membantu siswa menemukan kelemahan/kekuatannya
(3) Mengetahui keefektifan pembelajaran

e. Berdasarkan acuan patokan
(1) Berorientasi pada standar yang ada
(2) Mencapai ketuntasan belajar (mencapai ”75 %”)

f. Teknik self assesment, peer assesment, dan teacher assesment
(1) Siswa diberi kesempatan menilai diri sendiri untuk mengetahui kelemahan dan kekuatannya
(2) Penilaian sejawat dan penilaian guru diperlukan sebagai alat belajar dan validasi hasil penilaian


BAB III
JENIS-JENIS TES KEBAHASAAN
DAN KETERAMPILAN BERBAHASA INDONESIA
            Secara umum, jenis pelaksanaan tes mencakup: tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan/performansi. Dalam tes tertulis dapat digunakan soal-soal berbentuk esai, objektif, atau gabungan dari keduanya. Tes lisan digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar dalam bentuk kemampuan mengemukakan ide-ide dan pendapat-pendapat secara lisan. Sebagai alat evaluasi belajar, soal-soal tes lisan pada dasarnya berbentuk esai (Subino, 1989:1-7).
            Baik soal berbentuk esai maupun objektif mempunyai kelebihan dan kekurangan.   Namun, menurut Subino, soal tes bentuk esai lebih tepat digunakan untuk mengukur hasil belajar yang bersikap kompleks;
            Soal tes objektif tepat digunakan untuk mengevalusi hasil belajar berupa kemampuan: mengingat dan mengenal kembali fakta-fakta, memahami hubungan antara dua hal atau lebih, dan mengaplikasikan prinsip-prinsip.
             Lado (1961:32-36) menyebutkan lima macam tipe tes berkaitan dengan teknis pelaksanaan tes bahasa, yaitu terjemahan (translation), esai (essay). Dikte (dictation), tes objektif (objective test), dan tes kemampuan mendengarkan (auditory comprehension tests).
            Harris (1969:4-8) mengemukakan tiga macam: wacana yang dinilai (scored interview), pilihan berganda (multiple-choiceitems), dan jawaban pendek (short-answer items).
            Agak berbeda dengan Lado dan Harris, Hughes mengemukakam macam-macam teknis pengetesan dengan pasangan kontras, yaitu pengetesan langsung dan tidak langsung (direct versus indirecttesting), pengetesan dengan butir terpisah dan terpadu (discrete point versus integrative testing), pengetesan dengan acuan norma dan acuan kriteria (norm-referenced versus subjective testing), dan pengetesan bahasa yang komunikatif (communicative language testing).
             Sehubungan dengan paparan di atas, terdapat tiga jenis ranah evaluasi pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu
(1) evaluasi ranah pengetahuan
      bahasa,
(2) evaluasi ranah sikap,
(3) ranah evaluasi keterampilan
      berbahasa.
3.1 Evaluasi Ranah Pengetahuan Bahasa

            Pengetahuan kebahasaan antara lain meliputi: masalah struktur (fonologi, morfologi, sintaksis), semantik, kosakata, ejaan, dan lain-lain. Penguasaan pengetahuan (kompetensi) kebahasaan ini pada akhirnya akan mencerminkan perilaku berbahasa pembelajar.
           
Ranah pengetahuan berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Evaluasi ranah pengetahuan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pembelajar menguasai teori-teori kebahasaan yang dipelajarinya.
            Ranah pengetahuan dapat diujikan dengan mengadakan:
(1) tes pengetahuan,
(2) wawancara,
(3) observasi.
            Nilai tes ditentukan oleh seberapa jauh pembelajar dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan.
            Semakin banyak pembelajar menjawab dengan benar, semakin baiklah pengetahuan bahasanya.
            Tes bahasa tersebut meliputi: tes bunyi bahasa, tes kosakata, dan tes tatabahasa (struktur).
a. Tes Bunyi Bahasa
            Tes bunyi bahasa pada umumnya lebih banyak dilakukan pada penyelenggaraan pengajaran bahasa sebagai bahasa asing daripada bahasa pertama atau bahasa kedua (Djiwandono, 1996).
            Tes bunyi bahasa merupakan tes untuk menilai ketepatan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dan mengidentifikasi bunyi-bunyi yang didengar atau diperdengarkan. Penguasaan bunyi bahasa merupakan salah satu tujuan pengajaran yang sangat penting.
            Sasaran tes bunyi bahasa secara umum meliputi penguasaan seluruh sistem bunyi bahasa, baik secara pasif-reseptif (mengenal dan memahami), maupun secara aktif-produktif (melafalkan dan menggunakan), termasuk penguasan tekanan dan intonasi.    
            Tes bunyi bahasa meliputi tiga kemampuan dasar, yaitu:
1) kemampuan merekognisi dan melafalkan  
    perbedaan bunyi bahasa,
2) kemampuan merekognisi dan menggunakan    
     pola penekanan bunyi bahasa,
3) kemampuan mendengarkan dan
     memproduksi pola dinamik bunyi bahasa.
                        Pengembangan alat tes bunyi bahasa perlu mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:
1) Tekanan bunyi dalam bahasa Indonesia tidak
     membedakan arti
2) Belum ada ucapan baku dan banyaknya variasi ucapan
    dalam bahasa Indonesia juga tidak membedakan arti
3) Tes ucapan produktif harus dilaksanakan secara individual
     (akan membutuhkan waktu dan tenaga).
           
Beberapa bentuk dan jenis butir tes bunyi bahasa antara lain:
1) membedakan bunyi bahasa (teras – teras),
2) melafalkan fonem-fonem,
3) melafalkan kata dan pasangan kata,
4) melafalkan rangkaian kata dan kalimat.
b. Tes Kosakata
            Tes kosakata bertujuan untuk mengukur pengetahuan dan produksi kata-kata yang digunakan dalam berbicara dan menulis.
            Menurut Harris (1969:48), yang mula-mula harus diterapkan adalah apakah kosakata yang akan diteskan itu kosakata aktif atau pasif, yaitu kata-kata yang akan digunakan dalam berbicara dan menulis yang akan digunakan khusus untuk memahami bacaan.
            Kamus dapat digunakan dalam memilih kata-kata yang akan diteskan, tetapi pada umumnya digunakan daftar kata yang dibuat berdasarkan frekuensi pemakaiannya secara nyata.
            Tes kosakata dapat dilakukan tersendiri, dapat juga dilakukan secara terpadu dengan keterampilan lain. Dalam hal ini, perlu diperhatikan perbedaan antara kemampuan produktif (berbicara dan menulis) dan kemampuan reseptif (mendengarkan dan membaca).
            Tes kosakata umumnya menggunakan soal bentuk objektif pilihan ganda, tetapi ada pula bentuk isian.
            Bentuk tes kosakata antara lain: sinonim, antonim, memperagakan, mencari padanannya, definisi atau parafrase, melengkapi kalimat, dan gambar.  
           
                                    Untuk tes kosakata ini, Harris (1969:54-57) memberi saran:
1) definisi menggunakan kata-kata sederhana yang
    mudah dipahami;
2) semua alternatif jawaban memiliki tingkat
    kesukaran yang lebih kurang sama;
3) kalau mungkin, semua pilihan berhubungan
    dengan bidang atau kegiatan yang sama;
4) panjang pilihan jawaban lebih kurang sama;
5) butir soal harus bebas dari kesalahan ejaan.
c. Tes Struktur (Tata bahasa)
            Tatabahasa (sintaksis) merupakan bagian yang berkaitan dengan penataan rangkaian kata-kata dalam suatu hubungan yang bersifat prediktif sehingga menghasilkan kalimat yang gramatikal.
Selain itu tata bahasa juga berkaitan dengan perubahan bentuk kata akibat lingkungan yang dimasuki kata-kata itu dalam rangkaiannya.
            Akibatnya, kata-kata itu tersusun dalam bentuk frasa ataupun kalimat.       
            Jadi, tatabahasa tidak hanya berurusan dengan merangkaikan kata-kata, melainkan juga perubahan bentuk kata dan penataan dalam bentuk frasa atau kalimat.
Tes tatabahasa dapat dibedakan atas :
(1) tes bentuk kata,
(2) tes pembentukan frasa,
(3) tes makna frasa, dan
(4) tes pembentukan kalimat.
            Penentuan format tes didasarkan pada tujuan, keluasan materi, waktu, serta tingkat kemampuan yang dimiliki pembelajar.
            Adapun bentuk tes tatabahasa dapat disusun dalam bentuk esai, pilihan ganda, tes melengkapi, dan tes jawaban pendek.                    
3.2 Evaluasi Ranah Sikap Berbahasa
           
Ranah sikap merupakan ranah yang berkaitan dengan pandangan, pikiran, dan perasaan pembelajar terhadap bahasa target (Indonesia) yang dipelajarinya.  Ranah ini mencakup aspek penerimaan, reaksi, dan penilaian, yang saling keterkaitan.
            Aspek penerimaan berkaitan dengan kepekaan pembelajaran dalam menerima segala rangsangan bahasa terget yang dipelajari. Tingkat ketanggapan dan keterpahaman ini berpengaruh terhadap aspek reaksi dan aspek penilaian.          
            Aspek reaksi berkaitan dengan tanggapan yang diberikan pembelajar terhadap rangsangan kebahasaan. Tanggapan tersebut berupa penguatan, perbaikan, dan pengarahan.
            Aspek penilaian berkaitan dengan evaluasi terhadap penerimaan dan tanggapan kebahasaan.
            Evaluasi terhadap ranah sikap berbahasa ini dimaksudkan agar penilai mengetahui:
(1) pandangan, pikiran, dan perasaan pembelajar,
(2) perilaku pembelajar,
(3) ketanggapan terhadap gejala bahasa;
(4) sejauh mana pembelajar mampu menilai setiap
     masalah bahasa terget yang ditemuinya.
            Teknik evaluasi yang dapat dilakukan berupa:
(1) pengungkapan,
(2) pangamatan,
(3) penilaian.
            Baik buruknya pandangan pembelajaran terhadap bahasa target ditentukan dari kemampuannya menyelesaikan tes, hasil observasi, wawancara, dan hasil angketnya.  Semakin baik pengungkapan, penerimaan dan reaksi pembelajar, semakin positiflah sikap mereka terhadap bahasa target yang dipelajarinya, demikian juga sebaliknya.          


3.3 Evaluasi Ranah Keterampilan Berbahasa

            Keterampilan berbahasa merupakan kiat menggunakan setiap aspek kebahasaan dalam setiap perilaku berbahasa.
            Keterampilan berbahasa mencakup menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Keterampilan menyimak termasuk keterampilan reseptif, sedangkan berbicara dan menulis termasuk keterampilan produktif.

a. Evaluasi Keterampilan Menyimak
            Menyimak merupakan keterampilan berbahasa yang pertama kali dikuasai anak sebelum menguasaai keterampilan berbicara, membaca, dan menulis.
            Keterampilan menyimak pada hakikatnya lebih bersifat kognitif dengan aspek yang lebih tinggi. Kemampuan ini mencakup menerima, menganalisis, memahami, dan menyimpulkan informasi lisan yang disampaikan dalam bahasa target.
           
                       
 Teknik evaluasi yang dapat dilakukan dipaparkan sebagai berikut.
1) Menyebutkan/menuliskan kembali suatu informasi sederhana
     (fonem, nama sesuatu, jumlah, keadaan sesuatu, peristiwa, dan lain-
     lain)
2) Menyebutkan/menuliskan kembali deskripsi atau uraian suatu
     peristiwa, benda, keadaan, sebab akibat, dan lain-lain.
3) Menyebutkan/menuliskan kembali suatu hal (kelahiran, pengalaman
    kawan-kawan, dan lain-lain).
4) Menyebutkan/menuliskan kembali suatu cerita.
5) Menyimpulkan suatu percakapan.
6) Menjawab suatu pertanyaan dari suatu soal (objektif, esai
    berstuktur, atau esai bebas).
7) Menyimpulkan tema dan unsur-unsur lainnya dari sebuah cerita.
8) Memperbaiki ucapan-ucapan yang salah yang tidak sesuai dengan
     bahasa target.        
 Tes Menyimak
            Tes menyimak adalah tes yang tidak hanya untuk mengetahui apakah seseorang menyimak atau tidak, tetapi juga untuk mengukur kemampuan seseorang memahami bahasa lisan yang didengarnya.
            Sampel yang disimakkan dalam tes ini dapat berupa satu kalimat perintah, pertanyaan, atau pernyataan tentang fakta; juga berupa simulasi percakapan singkat atau uraian wacana ekspositori.
            Namun, apapun hakikat sampel itu, peserta tes (subjek) dituntut secara serentak (simultan) menanggapi ”sinyal” fonologis, gramatikal, dan leksikal; dengan jawaban mereka menunjukkan sejauh mana mereka dapat menangkap makna dari unsur yang disinyalkan bila digunakan dalam komunikasi verbal (Harris,1969;35).


                        Tes menyimak dapat disesuaikan dengan tingkatannya, yaitu tes menyimak tingkat marjinal atau deskriptif, tes menyimak tingkat apresiatif, tes menyimak tingkat komprehensif, tes menyimak tingkat kritis, dan tes menyimak tingkat terapis.
            Tes menyimak tingkat marjinal bertujuan untuk mengetahui tingkat kepekaan pembelajar dalam membedakan suara dan untuk mengembangkan kepekaan pada komunikasi nonverbal.
                         Tes menyimak apresiatif bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan pembelajar dalam menangkap dan memahami bahan simakan yang berhubungan dengan perasaan dan emosi sehingga dalam pelaksanaannya, pembelajar diberi bahan simakan yang bersifat menyenangkan, misalnya: drama, puisi, lagu, cerita, dan sebagainya.
            Tes menyimak komprehensif bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman pembelajar terhadap pesan yang disimak. Tes menyimak kritis bertujuan untuk mengetahui pemahaman pembelajar terhadap bahan simakan yang dilanjutkan dengan memberi evaluasi,
            Tes menyimak terapis bertujuan untuk menyembuhkan seseorang, yang biasa dilakukan oleh seorang psikolog.
b. Evaluasi Keterampilan Berbicara

            Keterampilan berbicara sangat kompleks karena tidak hanya menuntut pemahaman terhadap masalah yang akan diinformasikan, tetapi juga menuntut kemampuan menggunakan perangkat kebahasaan dan nonkebahasaan. Evaluasi keterampilan berbicara dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan pembelajar dalam menggunakan bahasa target secara lisan untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan keberadaannya.
Teknik evaluasi yang dapat digunakan dipaparkan sebagai berikut.
1) Mengucapkan huruf, nama, keadaan dalam bahasa target.
2) Menceritakan kembali dialog, cerita, peristiwa yang didengar atau yang dibaca.
3) Menceritakan gambar.
4) Melakukan wawancara.
5) Menyampaikan pengalaman, peristiwa, ilmu pengetahuan seecara lisan.
6) Menjawab pertanyaan sederhana dan komplek.
7) Bermain peran.       
Tes Berbicara
             Harris (1969), Halim (1982), maupun Madsen (1983) menyatakan bahwa tes berbicara umumnya dianggap tes yang paling sukar. Salah satu sebabnya adalah bahwa hakikat keterampilan berbicara itu sendiri sukar didefinisikan.
            Pengalaman dalam kenyataan menunjukkan bahwa ada orang yang disebut pendiam, ada juga yang banyak bicara, tetapi kalau berbicara, kualitasnya ditinjau dari segi pilihan kata, tata bahasa, dan penalarannya, orang yang termasuk banyak bicara tadi belum tentu lebih baik. Orang yang pandai atau berpendidikan tinggi juga belum tentu pembicaranya lancar dan mudah dipahami.

Tes Berbicara
             Harris (1969), Halim (1982), maupun Madsen (1983) menyatakan bahwa tes berbicara umumnya dianggap tes yang paling sukar. Salah satu sebabnya adalah bahwa hakikat keterampilan berbicara itu sendiri sukar didefinisikan.
            Pengalaman dalam kenyataan menunjukkan bahwa ada orang yang disebut pendiam, ada juga yang banyak bicara, tetapi kalau berbicara, kualitasnya ditinjau dari segi pilihan kata, tata bahasa, dan penalarannya, orang yang termasuk banyak bicara tadi belum tentu lebih baik. Orang yang pandai atau berpendidikan tinggi juga belum tentu pembicaranya lancar dan mudah dipahami.
Berdasarkan kriteria penyelenggaraannya, tes berbicara dibedakan menjadi dua, yakni:
(a) tesberbicara secara terkendali, dan
(b) tes berbicara bebas.
            Berdasarkan kriteria tingkatan yang dites, tes berbicara dibedakan menjadi tiga, yakni: (a) tes berbicara tingkat ingatan,
(b) tes berbicara tingkat pemahaman,
(c) te s berbicara tingkat penerapan.  
c. Evaluasi Keterampilan Membaca
Evaluasi keterampilan membaca dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan pembelajar
(1) memahami informasi,
(2) menerima, mengklasifikasi, menganalisis,   
      dan menyimpulkan informasi,
(3) ketepatan lafal dan intonasi ketika
      membaca tes dalam bahasa target.
            Teknik evaluasi yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan membaca dipaparkan sebagai berikut.
1) Membaca dengan lafal dan intonasi yang tepat
2) Menjawab pertanyaan-pertanyaan
3) Menyimpulkan tema dan unsur-unsur lainnya dari cerita yang dibaca
4) Mengindentifikasi, mengklasifikasi, dan menyimpulkan bahan bacaan
5) Menentukan kata sulit, umum, dan khusus, homonim, homofon, hiponim, sinonim, dan antonim.
6) Melengkapi bagian-bagian tertentu dari bacaan yang sengaja dihilangkan (teknik klose)
7) Menyusun kembali rangkaian informasi yang kurang tepat dari suatu bacaan dalam bahasa target

No comments:

Post a Comment